Background

DIMENSI KEMISKINAN DAN KEBIJAKAN PENANGGULANGAN DI KALIMANTAN TIMUR

1.1. Perkembangan Kemiskinan

Pengentasan kemiskinan di Kalimantan Timur merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan sumberdaya manusia, disamping pembangunan infrastruktur dan pertanian dalam arti luas. Selama ini berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui penyediaan kebutuhan pangan, layanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir, pembangunan sarana dan prasarana, dan pendampingan. Berbagai upaya tersebut telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur dari 20,50 % di tahun 2006 menjadi 7,66 % kondisi bulan Maret tahun 2010.
Image
Grafik 1.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin dan Tingkat Kemiskinan di Kalimantan Timur Tahun 2006-2010
Pada tahun 2010 jumlah warga miskin di perkotaan sebanyak 79.240 jiwa atau 4,02 persen, sementara di daerah pedesaan juga masih lebih tinggi yakni 163.760 jiwa atau 13,66 persen. Besar kecilnya jumlah penduduk miskin dipengaruhi Garis Kemiskinan.
Masyarakat miskin perdesaan dihadapkan pada masalah rendahnya mutu sumberdaya manusia, terbatasnya pemilikan lahan, banyaknya rumah tangga yang tidak memiliki asset, terbatasnya alternatif lapangan kerja, belum tercukupinya pelayanan publik, degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, lemahnya kelembagaan dan organisasi masyarakat, dan ketidakberdayaan dalam menentukan harga produk yang dihasilkan.
Di sisi lain, masalah kemiskinan di daerah perkotaan juga perlu mendapat perhatian. Krisis ekonomi yang pernah melanda memperlihatkan masyarakat kota masih rentan untuk jatuh ke bawah garis kemiskinan. Persentase penduduk miskin di perkotaan juga cenderung terus meningkat. Pada umumnya masyarakat miskin perkotaan menjalani pengalaman kemiskinan yang berbeda dengan penduduk miskin perdesaan. Mereka lebih sering mengalami keterisolasian dan perbedaan perlakuan dalam upaya memperoleh dan memanfaatkan ruang berusaha, pelayanan administrasi kependudukan, air bersih dan sanitasi, layanan pendidikan dan kesehatan, serta rasa aman dari tindak kekerasan. Pada umumnya masyarakat miskin di perkotaan bekerja sebagai buruh dan sektor informal yang tinggal di pemukiman yang tidak sehat dan rentan terhadap penggusuran.
Kemiskinan di Kalimantan Timur juga ditandai oleh adanya ketimpangan antar wilayah. Kemiskinan di kawasan perbatasan, pedalaman dan tertinggal jumlah penduduk miskin cukup tinggi. Masyarakat miskin di kawasan pesisir dan kawasan tertinggal menghadapi permasalahan yang sangat khusus. Mereka umumnya menggantungkan hidup dari pemanfaatan sumberdaya laut dan pantai yang membutuhkan investasi besar, sangat bergantung musim, dan rentan terhadap polusi dan perusakan lingkungan pesisir. Mereka hanya mampu bekerja sebagai nelayan kecil, buruh nelayan, pengolah ikan skala kecil dan pedagang kecil karena memiliki kemampuan investasi yang sangat kecil. Nelayan kecil hanya mampumemanfaatkan sumberdaya di daerah pesisir dengan hasil tangkapan yang cenderung terus menurun akibat persaingan dengan kapal besar dan penurunan mutu sumberdaya pesisir. Hasil tangkapan juga mudah rusak sehingga melemahkan posisi tawar mereka dalam transaksi penjualan.
Masyarakat di daerah tertinggal dan komunitas adat terpencil seringkali menghadapi keterisolasian fisik, keterbatasan sumberdaya manusia dan kelangkaan prasarana dan sarana. Kondisi ini menyebabkan mereka tidak mampu memanfaatkan sumberdaya dan mengembangkan kegiatan ekonomi secara optimal. Keterisolasian dalam waktu yang lama cenderung menyebabkan apatisme masyarakat miskin. Kurangnya pelayanan pendidikan dan kesehatan juga menyebabkan rendahnya kemampuan dan keterampilan masyarakat.

1.2. Kondisi Kemiskinan

Jika dilihat dari perkembangan jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur secara keseluruhan sejak tahun 2006 sampai tahun 2009 cenderung menurun, dan secara nasional Kalimantan Timur menempati urutan ke 5 (lima) jumlah penduduk miskin yang paling sedikit. Akan tetapi jika dilihat dari distribusi perkembangan di masing-masing kabupaten/kota, terdapat 7 (tujuh) kabupaten/kota yang mengalami kecenderungan peningkatan penduduk miskin yaitu kabupaten Berau, Nunukan, Penajam Paser Utara, Tana Tidung, kota Balikpapan, Samarinda dan Bontang. Penduduk miskin kabupaten/kota yang berada diatas rata-rata nasional adalah kabupaten Malinau, Bulungan dan Tana Tidung, serta terdapat 10 (sepuluh) kabupaten/kota yang berada diatas rata-rata provinsi.
Image
Perbandingan Tingkat Kemiskinan Menurut Kabupaten Kota, Rata-Rata Provinsi dan Nasional, Tahun 2009

1.3. Faktor Penyebab Kemiskinan di Kalimantan Timur

Walaupun terjadi penurunan tingkat kemiskinan di Kalimantan Timur, namun berbagai pengentasankemiskinan masih perlu segera dituntaskan. Berbagai isu pokok permasalahan dalam pembangunan daerah antara lain:
a. Kemandirian dan Kedaulatan Pangan
Kondisi geografis wilayah Kalimantan Timur yang sangat luas belum secara optimal
dimanfaatkan untuk pengembangan sektor pertanian pangan. Kebutuhan pangan Kaltim masih diimpor dari daerah lain dan kerawanan pangan kerap terjadi pada musim kemarau terutama di daerah pedalaman. Di masa mendatang, seiring dengan perkembangan penduduk, Kalimantan Timur akan menghadapi tantangan dalam pemenuhan kebutuhan pangan akan semakin meningkat.
b. Pengangguran
Walaupun memiliki potensi sumber daya alam yang besar dan merupakan salah satu
daerah penyumbang devisa negara, Kalimantan Timur masih menghadapi permasalahan pengangguran. Ketersediaan lapangan pekerjaan lebih rendah dibandingkan dengan jumlah pencari kerja yang semakin meningkat setiap tahun.
c. Keterbatasan Akses Permodalan
Masyarakat Kaltim masih mengalami kesulitan akses terhadap sumber permodalan, terutama usaha masyarakat yang berada pada kabupaten pemekaran. Sebagian besar jasa layanan perbankan berada di empat kota yang telah berkembang pesat.
d. Reformasi Birokrasi/Pelayanan Publik
Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, semua jenjang pemerintahan (pusat, provinsi dan kabupaten/kota) belum sepenuhnya berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal masih menghadapi berbagai permasalahan administrasi dan prosedural yang belum tuntas terpecahkan. Dalam dimensi kewenangan, berbagai peraturan perundang undangan masih belum konsisten dengan UU No. 32/2004.
Otonomi daerah tidak berjalan maksimal karena adanya kecenderungan bahwa UU sektoral sama kuatnya dengan UU Otonomi Daerah. Pembagian wewenang dan urusan antar tingkat pemerintahan yang belum jelas berdampak pada permasalahan skala ekonomi, eksternalitas dan efisiensi, serta koordinasi. Permasalahan pembagian kewenangan dan urusan juga tercermin dalam rumitnya pemberian perijinan dan penanganan masalah yang bersifat lintas daerah. Sistem pelayanan pemerintah daerah masih belum mendukung peningkatan mutu dan jangkauan layanan publik. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi logis dari berbagai permasalahan yang ada seperti belum berjalannya tugas pokok dan fungsi pelayanan secara optimal, belum jelasnya pembagian kewenangan dan urusan antar tingkat pemerintahan, lemahnya manajemen kepegawaian, dan lemahnya fungsi kontrol.
e. Degradasi Mutu Lingkungan
Degradasi mutu lingkungan di Kalimantan Timur telah menjadi masalah nasional dan bahkan dunia internasional. Kerusakan hutan akibat pengelolaan yang tidak terkendali maupun akibat kebakaran di musim kemarau semakin memperburuk mutu lingkungan hidup. Penurunan Kualitas Lingkungan diindikasikan oleh banjir dan tanah longsor yang kerap melanda di beberapa bagian wilayah serta penurunan potensi sumber daya perikanan di daerah pesisir dan laut. Hal tersebut berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi masyarakat terkait dengan pendapatan di bidang pertanian dalam arti luas.
f. Daya Saing dan Iklim Investasi
Secara umum peningkatan investasi di Kaltim berjalan lambat, dan masih didominasi
oleh sektor industri dan pertambangan migas. Selain itu, di sektor perkebunan terdapat komoditas unggulan yang memiliki daya saing seperti kakao, sawit, kelapa dan karet, yang masih belum dikembangkan secara optimal. Permasalahan yang dihadapi terkait dengan regulasi, keterbatasan infrastruktur dan ketidakjelasan tata ruang untuk pengembangan lokasi investasi.
g. Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan
Secara umum rekor pembangunan sumber daya manusia Kalimantan Timur yang
ditunjukkan oleh indeks pembangunan manusia berada di atas rata-rata nasional. Namun permasalahan yang dihadapi adalah masih rendahnya kualitas SDM yang tercermin dari sekitar 40,73 % usia produktif berpendidikan tidak tamat dan tamat Sekolah Dasar. Demikian pula keterbatasan pelayanan kesehatan terutama pada daerahdaerah perbatasan, pedalaman dan tertinggal.
h. Infrastruktur
Masih terbatasnya akses penduduk terhadap pelayanan transportasi, perumahan, air
bersih, dan sanitasi dasar, serta fasilitas pengendalian banjir dan pengendalian penyakit menular.
i. Pembangunan Perbatasan, Pedalaman dan Daerah Tertinggal
Disparitas terjadi antara daerah pesisir laut dan daerah perbatasan, pedalaman dan daerah tertinggal. Disparitas terjadi karena perbedaan perkembangan sosial ekonomi, dan potensi sumberdaya alam, sumber daya manusia maupun sumber daya buatan (infrastruktur) .
1.4. Perkembangan Dimensi Kemiskinan
1.4.1 Bidang Kesehatan
Masyarakat miskin menghadapi masalah keterbatasan akses layanan kesehatan dan rendahnya status kesehatan yang berdampak pada rendahnya daya tahan mereka untuk bekerja dan mencari nafkah, terbatasnya kemampuan anak dari keluarga untuk tumbuh dan berkembang, dan rendahnya derajat kesehatan ibu. Penyebab utama dari rendahnya derajat kesehatan masyarakat miskin selain kurangnya kecukupan pangan adalah keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, rendahnya pendapatan dan mahalnya biaya jasa kesehatan, serta kurangnya layanan kesehatan reproduksi.
Salah satu indikator dari terbatasnya akses layanan kesehatan dasar adalah angka kematian bayi, angka kematian balita, angka kematian ibu melahirkan, prevalensi Balita dengan Gizi buruk, dan angka harapan hidup. Data statistik menunjukkan bahwa angka kematian bayi (AKB) pada tahun 2009 masih 23,2 per 1.000 kelahiran hidup dan cenderung menurun dari 33 per 1000 kelahiran hidup sejak tahun 2003. Namun, penurunan tersebut relatif lambat. Angka kematian balita cenderung meningkat, pada tahun 2003 sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 38 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2009. Sedangkan angka kematian ibu melahirkan cenderung menurun dari 302 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2003 menjadi 110 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2009. Akan tetapi angka harapan hidup mengalami peningkatan dari 69,8 tahun pada tahun 2003 menjadi 71,35 pada tahun 2009.
1.4.2. Bidang Pendidikan
Tingginya biaya pendidikan menyebabkan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan menjadi terbatas. Sesuai dengan ketentuan, biaya SPP dari jenjang SD/MI sampai SLTA/MAN telah secara resmi dihapuskan. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat tetap harus membayar berbagai iuran sekolah seperti pembelian buku, alat tulis, pakaian seragam, sepatu seragam, dan bimbingan pelajaran tambahan. Berbagai iuran tersebut menjadi penghambat bagi masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya.
Masalah lain yang dialami oleh siswa terutama di daerah perdesaan adalah kekurangan kalori dan kekurangan gizi yang mengakibatkan rendahnya daya tahan belajar dan semangat belajar siswa. Dalam jangka panjang, hal ini berpengaruh terhadap kemungkinan anak untuk putus belajar, mengulang kelas dan tidak mau sekolah. Pendidikan formal belum dapat menjangkau secara merata seluruh lapisan masyarakat. Hal ini ditunjukkan oleh adanya kesenjangan antara penduduk kaya dan penduduk miskin dalam partisipasi pendidikan baik diukur dari Angka Putus Sekolah, Angka Partisipasi Kasar (APK) maupun Angka Partisipasi Murni (APM). Tanpa bekal pendidikan yang memadai, mereka akan sulit untuk keluar dari jebakan kemiskinan dan menghindarkan diri dari lingkaran kemiskinan.
1.4.3. Bidang Perumahan
Tempat tinggal yang sehat dan layak merupakan kebutuhan yang masih sulit dijangkau oleh masyarakat miskin. Dalam berbagai diskusi dengan masyarakat, kondisi perumahan merupakan ciri utama yang paling sering dipakai dalam mengenali penduduk miskin, dan gejala ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam pemenuhan hak atas permukiman yang layak.
Secara umum, masalah utama yang dihadapi masyarakat miskin adalah terbatasnya akses terhadap perumahan yang sehat dan layak, rendahnya mutu lingkungan permukiman dan lemahnya perlindungan atas pemilikan perumahan.
Masalah perumahan yang dihadapi oleh masyarakat miskin di perkotaan berbeda dengan masyarakat miskin yang berada di perdesaan. Di perkotaan, keluarga miskin sebagian besar tinggal di perkampungan yang berada di balik gedung-gedung pertokoan dan perkantoran, dalam petak-petak kecil, saling berhimpit, tidak sehat dan seringkali dalam satu rumah ditinggali lebih dari satu keluarga. Keluarga miskin di perkotaan juga sering dijumpai tinggal di pinggiran sungai.
1.4.4. Bidang Ekonomi
Berdasarkan persentase PDRB perkapita secara garis besar pendapatan perkapita penduduk Kaltim mengalami peningkatan dari Rp. 25,7 juta per tahun pada tahun 2006 menjadi Rp. 34,2 juta pertahun pada tahun 2009 dan 10,10 % pada tahun 2010. Daerah dengan kondisi pemerataan PDRB perkapita yang tinggi diikuti oleh persentase penduduk miskin lebih rendah dari rata-rata nasional adalah Kota Balikpapan. Gambaran yang ekstrim terjadi pada daerah dengan kapasitas fiskal yang termasukSedangkan kondisi yang wajar terjadi di Kota Tarakan, Bontang dan Kabupaten Berau.
Masyarakat miskin umumnya menghadapi terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, terbatasnya peluang untuk mengembangkan usaha, lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumahtangga. Keterbatasan modal, kurangnya keterampilan, dan pengetahuan, menyebabkan masyarakat miskin hanya memiliki sedikit pilihan pekerjaan yang layak dan peluang yang sempit untuk mengembangkan usaha.
Terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia saat ini seringkali menyebabkan mereka terpaksa melakukan pekerjaan yang beresiko tinggi dengan imbalan yang kurang memadai dan tidak ada kepastian akan keberlanjutannya. Kondisi ketenagakerjaan pada tahun 2008 sebesar 144.798 org menunjukkan adanya perbaikan. Angka pengangguran terbuka selama 5 tahun terakhir terus menurun. Menurut data Sakernas, pengangguran terbuka cenderung mmenurun dari 12,07 % dari jumlah angkatan kerja pada tahun 2007 menjadi sekitar 11,41 % di tahun 2008, 10,83 % pada tahun 2009 dan 10,45 di tahun 2010.
Rekomendasi
Dalam rangka percepatan pengentasan Kemiskinan melalui program yang terintegrasi direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut :
 Menegaskan komitmen lembaga negara, pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, pelaku usaha, lembaga internasional, dan pihak yang peduli untuk memecahkan masalah kemiskinan;
 Membangun konsensus bersama untuk mengatasi masalah kemiskinan melalui pendekatan hak-hak dasar dan pendekatan partisipatif dalam perumusan strategi dan kebijakan;
 Mendorong sinergi berbagai upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, pelaku usaha, lembaga internasional, dan pihak yang peduli;
 Menegaskan komitmen dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan milenium (Millennium Development Goals) terutama tujuan penanggulangan kemiskinan;
 Tersinerginya kegiatan lintas sektor yang mempunyai komitmen untuk mempercepat pemecahan masalah kemiskinan dengan peningkatan peran Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPD) yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala Daerah.
Rencana Penanggulangan Kemiskinan  di Kalimantan Timur Tahun 2011-2013
Dalam upaya harmonisasi dan koordinasi berbagai program terkait penanggulangan kemiskinan Kalimantan Timur, program kegiatan dikelompokkan ke masing-masing klaster.
1. Program Terkait Bantuan dan Perlindungan Sosial
—  Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JAMKESMAS).
—  Program Wajib Belajar 12 Tahun
—  Program Pendidikan Menengah
—  Program Pendidikan Nonformal
—  Bantuan Operasional Sekolah
—  Program Keluarga Harapan
—  Program Beras Untuk Rumah Tangga Miskin (RASKIN)
—  Bantuan Kesejahteraan Sosial
2. ProgramTerkait Pemberdayaan Masyarakat
—  Program Pengembangan Kecamatan (PPK)
—  Program Pemberdayaan Fakir Miskin Melalui Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial (PPFM-BLPS)
—  Program Pembentukan Kelompok Usaha Produktif (KUP) dan Pemberdayaan dan Perlindungan Masyarakat Rentan Lainnya (PPMR)
—  Program Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Areal Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) HTI Melalui Kemitraan
—  Program Pembangunan Hutan Rakyat
—  Program Pengembangan Wilayah Perbatasan (PWP) dan Program Pengembangan Wilayah Tertinggal (PWT)
—  Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH)
—  Perkotaan
—  Program Fasilitasi Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan
—  Program Peningkatan Pemberdayaan masyarakat Perdesaan (P3MP)
—  Program Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga
—  Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)
—  Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
—  Program Pengembangan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
—  Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
—  Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah/RISE
—  Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
—  Program Model Desa Prima Perempuan Indonesia Maju Mandiri)
3. Program Terkait Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil
—  Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil
—  Program Peningkatan Ketahanan Pangan (PKP)
—  Program Peningkatan Ekonomi Masyarakat di Sekitar Kawasan Konvensi
—  Program Peningkatan Usaha Masyarakat di Sekitar Hutan Produksi (PUMSHP)
—  Program Hutan Kemasyarakatan (HKM)
—  Program Peningkatan Kualitas dan Produktifitas Tenaga Kerja (PPLTK)
—  Program Penciptaan Iklim Usaha Bagi UKM
—  Program Pengembangan Sistem Pendukung Usaha Bagi UKM
—  Program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif UKM


Sumber:
http://www.bappedakaltim.com/file-upload/BUKU%20CAPAIAN%20KEMISKINAN%202010.pdf
Supply Side Policy
Suply-Side Policy (Kebijakan Segi Penawaran) adalah langkah pemerintah yang bertujuan mengendalikan tuntutan kenaikan pendapatan kerja. Tujuan ini dilaksanakan dengan berusaha mencegah kenaikan pendapatan yang berlebihan.
Kebijakan segi penawaran lebih menekankan pada:

  • ·         Meningkatkan keinginan tenaga kerja untuk bekerja
  • ·         Meningkatkan usaha para pengusaha untuk mempertinggi efisiensi kegiatan produksinya.
Kebijakan segi penawaran juga bertujuan untuk mempengaruhi permasalahan penawaran agregat (yaitu produksi) terhadap barang dan jasa dalam perekonomian. Contoh: pengenalan terhadap tekbologi baru, mendorong kompetisi dan keberanian berusaha, meningkatkan perekonomian pasar.
Menurut Harold McCure dan Thomas Willet (1983), aliran segi penawaran dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu:

  • ·         Kelompok Utama: kelompok ini menekankan perlunya insentif pajak dalam memacu pertumbuhan ekonomi lewat dampaknya terhadap tabungan dan investasi.
  • ·         Kelompok Radikal: kelompok yang mendapat publisitas lebih banyak. Kelompok ini menyatakan bahwa pemotongan pajak akan memberikan dampak positif terhadap tabungan, investasi, dan penawaran tenaga kerja serta penerimaan total yang lebih banyak dari pajak. Dalam program pemotongan pajak dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan laju pertumbuhan output dan mengurangi inflasi.
Kurva Kebijakan Segi Penawaran:
 
Pada kurva tersebut diatas dapat diketahui bahwa, keseimbangan permulaan dicapai pada perpotongan AD dan AS ditingkat inflasi sebesar 2.3%. Pada keseimbangan ini terjadi pergerakan dari AD karena pengaruh dari perkembangan ekonomi sehingga tingkat inflasi turun ke 2.00%, dan titik keseimbangan pun bergeser pada perpotongan AD dan AS1, dalam keadaan ekonomi yang berkembang (pendapatan nasional rill bertambah).
Walaupun pertumbuhan ekonomi yang berlaku merupakan satu hal yang menggalakkan, keadaan inflasi menimbulkan efek buruk kepada kemakmuran masyarakat. Maka agar pertumbuhan ekonomi yang berlaku tetap stabil, pemerintah menjalankan Kebijakan Segi Penawaran yang dapat menurunkan biaya pengeluaran perusahaan-perusahaan dan meningkatkan perkembangan teknologi. Apabila langkah ini berhasil, penawaran agregat AS akan bergerak ke kanan, misalnya dari AS menjadi AS1. Perubahan ini memindahkan keseimbangan yang awalnya pada tingkat inflasi 2.3% menjadi pada tingkat inflasi 2.00%. keseimbangan baru ini menggambarkan bahwa perekonomian semakin berkembang dan kesempatan kerja penuh tercapai pada Yf2 dan masalah inflasi dapat dikurangi keseriusannya karena penurunan tingkat inflasi dari 2.3% ke 2.00% yang menyebabkan penawaran agregat (AS) bergeser ke kanan.
Referensi:
·         Sukirno, Sadono. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta:Rajawali Pers, 2011.
Anggota :
Arinda Pramesti (29211380)
Rina Mardiani (26211221)

Sebelum membicarakan mengenai pengeluaran pemerintah di sektor pertanian dan kesehatan, sebaiknya kita awali dengan membicarakan apa pengertian dari kebijakan fiskal.

Kebijakan Fiskal

Kebijakan Fiskal adalah bentuk campur tangan pemerintah dalam perekonomian dan pembangunan ekonomi suatu negara. Kebijakan fiskal memiliki dua instrumen pokok yaitu : perpajakan (tax policy) dan pengeluaran (expenditure policy) (Mankiw,2003;Turnovsky,1981). Dengan instrumen tersebut dapat dijelaskan bagaimana pengaruh penerimaan dan pengeluaran negara terhadap kondisi perekonomian, tingkat pengangguran, dan inflasi.
Peran Kebijakan Fiskal di Indonesia
Wuryanto (1996) dengan model Interregional CGE menjelaskan desentralilasi fiskal dan performa perekonomian di Indonesia (periode sebelum otonomi daerah) dimana transfer fiskal dalam bentuk INPRES dapat memperbaiki kinerja ekonomi nasional dan antar daerah di Indonesia.

Kebijakan Fiskal bagi Sektor Pertanian

Yudhoyono (2004) dengan model simultan menyimpulkan bahwa ekonomi politik dalam kebijakan fiskal sangat penting di Indonesia dalam mendorong pembangunan pertanian, pengurangan kemiskinan dan perekonomian pedesaan.Revitalisasi pertanian dapat dijadikan penggerak pertumbuhan ekonomi.
Pengeluaran Pemerintah Indonesia untuk Pembangunan Sektor Pertanian
Pemerintah Indonesia sampai periode 1980an telah memposisikan pertanian sebagai sektor penting dalam perekonomian. Selama dua dekade lebih pembangunan pertanian menjadi prioritas pokok dalam pembangunan. Komitmen kuat pemerintah dalam pembangunan pertanian tersebut diwujudkan dalam belanja publik untuk pertanian, subsidi, kebijakan harga pada tanaman pangan, deregulasi pada perdagangan dan pemasaran, pembangunan irigasi. kelembagaan/kesisteman pertanian, revitalisasi penyuluhan dan tata guna lahan (Muslim,2002).
Pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian dapat berupa penyediaan bibit, subsidi pupuk, teknologi, bantuan sosial dalam lingkup kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, dan infrastruktur pedesaan (irigasi, transportasi, sarana da prasarana pedesaan).
Penurunan intensitas kebijakan pertanian di dunia yang ditandai dengan perubahan marjinal dalam program pertanian(Scrimgeour and Pasour,1996) juga terjadi di Indonesia. Pertanian  semakin menurun secara tidak wajar sehingga sejak pertengahan 1990-an pertanian tidak mampu lagi menjadi pendukung  tumbuh kembangnya perekonomian Indonesia.Jika dalam pembangunan pertanian di Indonesia peran pemerintah masih dipersyaratkan, maka penurunan tersebut lebih dikarenakan menurunnya dukungan pemerintah dalam belanja pembangunan (investasi publik) untuk sektor pertanian.Subsidi pertanian di Indonesia secara keseluruhan masih merupakan bagian intervensi pemerintah yang efektif untuk  mengarahkan perbaikan produksi pertanian.
Di Cina, dari studi Fan and Zhang (2002)  menemukan korelasi yang sangat kuat antara belanja publik untuk penelitian sektor pertanian dan infrastruktur pedesaan dengan pertumbuhan produktivitas pertanian. Di Indonesia, kemandegan dalam penelitian pengembangan teknologi pertanian menyebabkan terjadinya pelandaian pertumbuhan produktivitas komoditi pertanian untuk hampir semua varietas. Ditambah lagi lahan yang semakin sempit sehingga produksi pertanian menurun semakin tajam.
Pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian sangat dibutuhkan demi keberlangsungan perokonomian dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini sangat penting mengingat Indonesia adalah negara kaya akan sumber daya alam. Kenyataannya masih banyak komoditi pertanian yang di impor dari luar. Untuk itu, Pemerintah harus berusaha untuk membangun kembali pertanian indonesia yang telah mengalami kemunduran saat ini.

Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan 

Kesehatan di Indonesia
Besarnya  jumlah penduduk indonesia serta susunan distribusinya sangat berpengaruh pada derajat kesehatan masyarakat. Hal demikian  jelas berpengaruh pada terhadap berbagai permasalahan dan upaya kesehatan.
Tingkat pendidikan yang masih rendah, disamping tingkat penghasilan yang pada umumnya masih rendah merupakan faktor yang menghambat upaya menggerakkan potensi masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Terbatasnya tingkat  pendidikan, kurangnya ketrampilan dasar yang dimiliki kaum wanita, terutama di pedesaan, juga berpengaruh terhadap kurangnya kesadaran akan manfaat pemeliharaan kesehatan., khususnya yang menyangkut kesehatan ibu dan anak.
Deklarasi Alma Ata (1978) di Khazahktan Uni Soviet yang dihadiri negara-negara di Dunia termasuk Indonesia, telah disepakati delapan unsur pokok sebagai upaya pemerataan kesehatan, dan juga sebagai pelayanan pelaksanaannya, yaitu pendidikan kesehatan, pencegahan dan pengendalian permasalahan kesehatan, promosi gizi masyarakat, penyediaan air bersih dan sanitasi yang baik, kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana, imunisasi,  pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pengobatan yang tepat terhadap penyakit serta pengadaan obat-obatan.
Berdasarkan delapan unsur pokok diatas dapat diketahui bahwa Indonesia masih jauh dari  pemerataan   kesehatan. Namun, hal ini sudah seharusnya untuk terus diupayakan. Pemerintah harus dapat melakukan pemerataan kesehatan ini. Pengeluaran pemerintah pada sektor kesehatan harus dialokasikan, dimanfaatkan, dan dirasakan langsung dampak positifnya oleh masyarakat. Semua itu juga harus dibarengi oleh upaya peningkatan pendidikan di Indonesia sehingga kesadaran  masyarakat akan kesehatan bisa lebih ditingkatkan lagi.
Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan 
Pola pengeluaran dan pembiayaan kesehatan di Indonesia menunjukkan karakteristik yang kompleks. Arus dana dalam sektor ini mengalir dari berbagai sumber-sumber yang paling besar dan utama adalah dari pemerintah yang dibayar oleh rumah tangga, sumbangan pegawai untuk perawatan kesehatan pekerja dan bantuan asing.
Pengeluaran kesehatan nasional  yaitu semua pembayaran untuk perawatan kesehatan individual, biaya administrasi dari program kesehatan non-profit pemerintah, biaya bersih dari asuransi kesehatan, pengeluaran pemerintah untuk promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, pendidikan personel kesehatan, penelitian kesehatan, dan pembangunan fasilitas kesehatan.
Sumber :
Agriculture
Pedoman Bantuan sosial Ditjen PPHP Tahun 2012
Health
http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/272017/11_01858.pdf
Anggota :
Novice Lebrie Sagilitany (25211246)
Arinda Pramesti (29211380) 
Rina Mardiani (26211221) 



Korupsi bukan penyakit, namun suatu gejala rusaknya sistem akuntabilitas


Korupsi merupakan gejala kegagalan akuntabilitas. Mencerminkan insentif yang berlaku di mana manfaat dari korupsi yang tinggi dan risiko tertangkap atau sedang dihukum karena korupsi rendah. Masa lalu melemparkan bayangan besar atas hadir di Indonesia. Banyak praktek-praktek yang berlaku selama berlanjut Orde Baru. Ini termasuk pengoperasian yayasan, bisnis, di samping, oleh militer dan polisi, dan pengumpulan biaya informal dan retribusi, kurangnya transparansi gaji dan tunjangan.

Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagai tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, dan atau merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan- kekuatan formal (misalnya dengan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.  Dengan pernyataan lain korupsi adalah adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara, dan teman.

Juniadi Suwartojo (1997) menyatakan bahwa korupsi ialah tingkah laku atau tindakan seseorang atau lebih yang melanggar norma-norma yang berlaku dengan menggunakan dan/atau menyalahgunakan kekuasaan atau kesempatan melalui proses pengadaan, penetapan pungutan penerimaan atau pemberian fasilitas atau jasa lainnya yang dilakukan pada kegiatan penerimaan dan/atau pengeluaran uang atau kekayaan, penyimpanan uang atau kekayaan serta dalam perizinan dan/atau jasa lainnya dengan tujuan keuntungan pribadi atau golongannya sehingga langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan dan/atau keuangan negara/masyarakat.